Minggu, 04 Januari 2009

Kesalahan klasik yang berulang kali dilakukan investor

“Perbaiki kelemahan anda sehingga dapat berubah menjadi kekuatan anda” Begitu kata Knute Rockne, pelatih sepak bola Amerika (American Football) kenamaan Notre Dame.

Bangkrutnya orang-orang dilantai bursa, atau perolehan keuntungan mereka hanya sedang-sedang saja, tidak lain karena mereka terlalu sering mengambil langkah keliru yang sama, yang dilakukan berulang-ulang. Kesalahan yang berakibat riskan ini dilakukan oleh para awam dan juga oleh mereka yang telah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, berpengalaman dalam investasi saham. Pengalaman kadang-kadang bisa sangat berbahaya apabila hal itu justru membuat kita bertahan terhadap kebiasaan-kebiasaaan buruk.

Kesusksesan anda di bursa dapat diraih dengan cara menghindari kesalahan-kesalahan klasik dari mereka-mereka yang gagal. Berikut ini kesalahan-kesalahan yang harus anda hindari:

1. Terlalu toleran terhadap kerugian-kerugian kecil dan tidak mematok batas toleransi kerugian

Tidak seorangpun yang bisa membeli saham dan memastikan bahwa harga sahamnya tidak akan pernah turun dibawah harga belinya, terhitung sejak saham itu dibelinya. Investor tidak mungkin terhindar dari fluktuasi harga saham yang naik maupun turun. Namun ada patokan batas penurunan yang harus anda buat yang menjadi batas toleransi anda.

Semestinya investor dapat keluar dari bursa ketika kerugiannya yang dialami belum terlalu besar apabila investor melihat gelagat yang kurang baik. Namun investor tetaplah manusia yang sering bertindak dibursa terbawa emosi. Mereka tidak mau pasrah begitu saja menerima kerugian-kerugian kecil itu, sehingga mereka pun terus menunggu dan berharap, waktu demi waktu, hingga akhirnya kerugian itu justru makin bertambah besar. Inilah kesalahn pertama dan fatal yang dilakukan. Mereka tidak menyadari bahwa sifat perilaku bursa sangatlah spekulatif dan sering beresiko tinggi.

Tanpa pandang bulu, anda harusnya menghentikan setiap kerugian kecil itu sebelum menjadi besar. Rumusan yang bisa anda patok adalah,segeralah jual rugi saham anda apabila turun mencapai 8%, atau jual rugilah saham anda separo bila harganya turun 5%, lalu lanjutkan jual rugi yang separo lagi apabila harganya makin turun hingga 10%. Dengan mengikuti rumusan ini, anda akan mampu bertahan lebih lama dan mampu menyambar peluang-peluang berikutnya.

2. Membeli ketika harga “anjlok”

Anjloknya harga saham sepintas lalu tampaknya merupakan momen yang terbaik untuk memborong saham, sebab harganya jauh lebih murah dari dibandingkan beberapa hari atau beberapa bulan sebelumnya. Anda harus bisa belajar memahami mana penurunan yang sifatnya normal di bursa dan mana yang tidak normal. Harga saham yang jauh merosot bisa jadi pertanda ada sesuatu yang tidak beres di perusahaan itu, atau mungkin juga bisa jadi anda sedang berada dalam situasi tren turun (bearish). Membeli saham yang merosot drastis tanpa mengenali normal tidaknya penurunan ini bisa membuat rekening anda menyusut drastis.

Tahun 2007, saya membeli saham CPRO diharga 740 (saat itu saya membeli lebih mengandalkan faktor teknikal). Besoknya sempat naik ke 780 namun ditutup diharga 760. Dua hari kemudian terjadi penurunan sehari yang besar (lebih dari 8%) dan volume perdagangan saat itu sangat besar. Ini adalah situasi yang tidak normal dimana volume yang besar justru terjadi pada saat harga saham turun. Hari itu saya tidak langsung mengambil tindakan, karena pengaruh emosi dan ego saya saat itu. Besoknya harga saham makin anjlok dengan volume makin besar, dan saya akhirnya menelan pil pahit dengan menjualnya di harga 580. Saya rugi lebih dari 20%. Disisi lain, salah seorang investor justru melakukan aksi beli karena harganya sudah terdiskon lebih dari 20% hanya dalam 2 hari. Dalam beberapa hari kemudian, harga saham makin merosot, dan bertahan dikisaran 350. Jika sebuah samurai selang meluncur jatuh, siapapun kesulitan menangkapnya tanpa terluka.

3. Membeli ketika harga rata-rata turun (average down)

Banyak investor membeli saat harga turun, lalu melanjutkan pembelian lagi dengan jumlah lebih banyak ketika harga makin turun. Begitu harga makin turun lagi, makin banyak lagi membelinya. Membeli dengan harga rata-rata turun (average down). Jika anda melakukan ini, anda mengikuti cara berpikir investor pecundang. Jika saham berlanjut penurunannya sudah pasti ada sesuatu yang tidak beres. Anda seharusnya memangkas kerugian, bukannya membeli semakin banyak.

4. Suka membeli saham berharga murah dalam jumlah lot yang banyak daripada membeli saham yang berharga mahal dalam jumlah lot yang sedikit.

Banyak yang berpikir, lebih baik membeli saham yang masih berharga Rp200, dari pada membeli saham yang berharga Rp5.000. Mereka merasa dengan cara ini, uang mereka akan menghasilkan manfaat yang lebih besar lagi. Dalam pikiran mereka, saham yang berharga Rp200 masih mungkin naik menjadi Rp5.000. Sedangkan saham yang berharga Rp5.000 sudah kecil kemungkinan naik lagi. Nah, anda mesti bersiap-siap untuk tercengang dengan kenyataan ini.

Pikiran macam ini sangat konyol. Harga saham akan naik bukan karena faktor berapa harganya saat ini, tetapi karena faktor kinerja perusahaannya, pertumbuhannya, prospek bisnisnya yang semakin besar dimasa yang akan datang. Di tahun 2006, harga saham KIJA Rp160, sedangkan harga saham INCO Rp 18.000. Ditahun 2007 akhir ,saham KIJA masih bertengger dibawah Rp300, sedangkan saham INCO melesat mendekati Rp100.000. Mutu yang terbaik tidak mungkin dijual pada harga murah.

5. Ingin kaya mendadak.

“Masalah dengan kepingin kaya secepat kilat tanpa parasut adalah kamu akan jatuh lebih cepat dan lebih jauh”. Demikian kata Ayah Kaya dalam Rich Dad’s: Guide to investing.

Para pendatang baru, yang diawal partisipasinya di bursa langsung mendapat untung mengira bahwa mereka jenius. Dalam situasi eforia bursa yang sedang tren naik (Bullish) memang mungkin saja seorang investor memilih saham secara asal-asalan dan mendapat untung. Mereka makin cepat menyambar saham ini, saham itu tanpa memperhatiakn lagi fundamental dan grafik pergerakan harga. Mana yang ramai diperdagangkan, itulah yang dibeli. Saat situasi berbalik, mereka terlambat mengambil langkah dan akhirnya merugi.

Berharap terlalu banyak dan terlalu cepat tanpa adanya persiapan yang memadai, pehaman metoda, peningkatan ketrampilan teknis serta disiplin adalah langkah awal kejatuhan anda.

6. Keputusan membeli berdasarkan rumor, kisah-kisah, rekomendasi para konsultan, opini para “ahli” di TV.

Banyak orang di bursa suka mempertaruhkan uang hasil kerja keras mereka pada apa yang dikatakan orang lain, bukannya belajar demi meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya untuk bisa menentukan sikapnya sendiri secara benar. Banyak rumor dan kisah-kisah yang menyesatkan anda. Kalaupun jika sekali waktu mereka toh benar, bukan berarti ini bisa dipakai sebagai patokan. Seringkali saham-saham harganya bergerak justru berlawanan dengan apa yang dikomentari di TV atau diulas di koran.

7. Memilih saham “lapis kedua” berdasarkan deviden atau rasio P/E

Faktor deviden dan rasio P/E (price earning ratio/rasio harga saham dibandingkan dengan labanya) tidak sepenting faktor pertumbuhan EPS (earning per share/laba per lembar saham).

Dalam banyak kasus, makin besar deviden yang dibayar oleh perusahaan, makin melemah harga sahamnya. Bunga yang harus mereka bayar untuk menyediakan dana itu kembali (setelah dana berkurang yang dibayarkan untuk deviden), cendrung lebih besar. Perusahaan-perusahaan yang kinerja sahamnya (harga sahamnya di bursa) yang makin baik, biasanya tidak mengambil langkah pembayaran deviden. Sebagai gantinya, dana itu mereka investasikan kembali kedalam aktifitas riset dan pengembangan atau kedalam bentuk-bentuk lain demi memperbaiki dan meningkatkan kinerja perusahaan.

Berkaitan dengan rasio P/E, maka saham yang memiliki rasio P/E ini bisa jadi disebabkan oleh labanya yang cendrung turun atau perusahaan sebelumnya berkinerja buruk, dimana harga sahamnya sudah turun jauh lebih dulu.

8. Tidak mau keluar setelah menyadari ada kesalahan

Banyak investor yang membeli saham yang “tidak dapat dibanggakan”. Membeli saham dari perusahaan yang merugi, pertumbuhan laba penjualan menurun, ROE nya rendah, dan juga bukan pemimpin pasar. Begitu menyadari bahwa salam yang dibeli adalah hasil pemilihan yang salah, enggan untuk mengakui dan tidak cepat keluar.

9. Membeli karena rasa “suka”

Diawal saya menjadi investor, saya menyaksikan beberapa investor yang kebetulan bekerja di Bank BRI. Hampir semua investor tersebut membeli saham BRI. Padahal pada waktu itu pemimpin pasar adalah sektor pertambangan. Ada rasa “suka” terhadap saham yang mereka beli karena kebetulan mereka bekerja di perusahaan yang sahamnya mereka beli. Menurut saya, pembelian semacam ini tidak obyektif. Yang anda cari adalah saham-saham yang akan memberikan keuntungan besar buat anda. Meskipun saham BRI yang mereka beli saat itu dalam beberapa bulan harganya naik, namun pemimpin pasar pada saat itu yaitu sektor tambang naik jauh berlipat-lipat meninggalkan kenaikan harga BRI.

10. Tidak mampu memilah informasi yang baik

Sahabat, kerabat, pialang dan konsultan anda bisa saja merupakan sumber dari semua nasihat yang justru menyesatkan. Hanya sedikit investor sukses yang bisa anda jadikan panutan. Pialang kenamaan, atau para konsultan investasi, tidak lebih cerdas dibandingkan para dokter, para tenaga IT, pengacara atau pedagang toko. Hanya satu dari sepuluh investor yang mampu memberikan informasi yang lebihb akurat. Pemain ynag sekedar lulusan perguruan tinggi tentu bukan kaliber profesional.

11. Takut pada saham yang baru saja mencapai harga tertinggi baru

Dengan mengamati grafik, anda akan dapat memisahkan mana saja saham-saham yang mampu menembus puncak harga tertinggi yang baru. Sembilan puluh persen investor takut pada saham yang harganya membubung tinggi. Namun perasaan dan opini investor tidak seakurat informasi yang diberikan oleh perilaku bursa itu sendiri. Grafik dapat memberi informasi lebih banyak dibandingkan opini-opini

12 Jarang bertransaksi pada posisi harga pasar.

Banyak investor menginginkan harga pembelian saham sesuai dengan harga yang mereka patok. Jika saham yang anda pilih anda yakini akan bergerak naik, kenapa anda mesti memasang order dengan harga murah. Meskipun fluktuasi harian harga saham mungkin saja menyebabkan order beli anda terpenuhi, namun saham-saham yang sedang mengalami akumulasi dan siap-siap naik besar-besaran akan meninggalkan anda dengan orderan anda

13. Tidak berani mengambil keputusan saat diperlukan

Kebanyakan investor hanya siap untuk melakukan aksi jual bila harga pasar diatas harga beli mereka. Banyak yang tidak tahu apakah situasinya membuat mereka harus melakukan aksi jual, atau harus menahan, atau justru menambah aksi beli. Ketidaktahuan dan ketidakberanian mengambil keputusan ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki panduan dan acuan.

14 Tidak obyektif menilai saham

Banyak yang menentukan pilihan berdasarkan favoritisme. Hanya karena saham BUMI pernah begitu merajai bursa dengan kenaikannya yang fantastis dalam beberapa bulan bukan berarti saat ini pemimpin pasar masih BUMI. Selengkapnya...

Supermarket, terlalu banyak macam saham yang dibeli

Anda pasti sering mendengar nasehat “Jangan mengumpulkan semua telur-telurmu dalam satu keranjang”. Sepintas lalu nasehat ini terlihat bagus. Namun banyak investor yang kebablasan dalam menerima nasehat ini. Mereka meletakkan telur-telurnya dalam banyak keranjang. Saking banyaknya hingga dia tidak mampu untuk mengawasi semua keranjang.

Tidak ada orang yang dapat melakukan segalanya sekaligus dengan baik. Tidak ada orang yang dapat menjadi ahli dalam segala hal, termasuk dalam konteks investasi saham. Maukah anda memeriksakan gigi anda ke dokter gigi yang punya profesi sambilan sebagai teknisi atau tukang kayu, sementara di sela-sela kesibukannya itu dia juga masih mengerjakan pekerjaan menulis lagu, mekanik mobil, tukang ledeng, dan akuntansi?

Adalah benar bahwa anda jangan meletakkan telur-telur anda dalam satu keranjang. Jangan letakkan seluruh uang anda handa dalam satu saham. Namun bukan berarti anda harus meletakkannya dalam terlalu banyak macam saham. Kalaupun bisnis sektor batubara sedang laju pesat, bukan berarti ada harus membeli semua saham batubara. Anda perlu membeli satu saham sektor batubara. Membeli yang terbaik dari semua saham yang bergerak di sektor batubara. Selanjutnya, anda harus membeli saham di sektor lain yang juga sedang melaju. Pilih yang terbaik diantara saham yang berada dalam satu sektor tertentu.

Jadi yang lebih bijaksana adalah “Jangan meletakkan telur-telurmu dalam satu keranjang, tetapi letakkanlah dalam beberapa keranjang saja yang anda pahami dan bisa anda awasi”. Bukannya kebablasan dengan “meletakkan telur-telurmu dalam sangat banyak keranjang”. Anda akan sulit mengawasinya. Bila situasi bursa yang cendrung turun (Bearish) anda akan lambat beraksi terhadapnya.

Semakin banyak macam saham yang anda beli, sebenarnya menunjukkan ketidaktahuan anda tentang saham apa saja yang layak untuk anda beli. Anda tidak mempelajari dan mungkin tidak mau berusaha membuat suatu rumusan anda sendiri dalam menyeleksi saham-saham yang layak anda beli. Akibatnya anda asal beli. Ujung-unjungnya ada saham anda yang naik, disisi lain juga banyak yang turun.

Anda akan cendrung berpikir parsial. Hanya memperhitungkan saham yang naik saja dan menghitung keuntungan dari saham anda yang naik. Sementara saham anda yang turun tidak anda perhitungkan dengan alasan toh belum dijual. Seharurnya anda berpikir secara menyeluruh terhadap keseluruhan portofolio anda. Setiap hari anda mesti menghitung seluruh nilai saham-saham anda baik yang naik maupun yang turun. Percaya atau tidak, perilaku supermarket tidak akan membuat anda untung secara keseluruhan. Kalupun untung, keuntungannya secara prosentase tidak seberapa dibandingkan keseluruhan modal anda. Adalah sangat konyol mengatakan bahwa saham anda yang merugi tidak perlu anda perhitungkan selama belum jual. Dijual atau belum, nilai portofolio anda tetap saja mengacu pada harga saat itu.

Berapa banyak macam saham sebaiknya anda miliki

Jika anda bermodal sedikit, dua atu tiga macam saham sudah cukup buat anda miliki. Jika anda bermodal besar, tidak otomatis anda harus memiliki macam saham berdasarkan kelipatan dari yang berdana kecil. Anda cukup punya lima hingga sepuluh macam saham saja. Ini membuat anda akan fokus. Harimau akan berhasil menangkap mangsanya apabila ia sudah menentukan sasaran dan fokus terhadap sasaran itu. Begitu juga anda dengan saham-saham anda.

Kalau anda sudah memiliki sepuluh macam saham, namun anda tergiur dengan saham yang belum anda miliki, anda harus menukarnya dengan salah satu saham yang sudah anda memiliki, sehingga macam saham yang ada di tangan anda tetap sepuluh. Anda dapat membuang saham yang paling berkinerja buruk diantara saham-saham anda. Selengkapnya...

Day Trade

Day Trade adalah ketika anda membeli dan menjual saham tertentu di satu hari yang sama. Investor sebaiknya tidak melakukan hal ini. Ada beberapa alasan untuk tidak melakukan day trade :
• Anda berhadapan dengan fluktuasi kecil-kecilan yang sangat sulit untuk dianalisa dibanding dengan mengamati tren dalam beberapa hari
• Anda tentu hanya akan melakukan day trade dengan sejumlah kecil dana dibandingkan dengan total kemampuan anda. Dampak keuntungan kalaupun anda bisa untung, secara prosentase tidak seberapa dibandingkan dengan total portofolio atau keseluruhan modal anda.
• Perilaku day trade akan membuat anda terpaku di depan layar monitor untuk mengawasi. Situasi ini menghabiskan energi yang terlalu besar, psikologi maupun phisik anda bisa terganggu setelah beberapa kali anda melakukan day trade. Kesehatan anda jauh lebih penting dari saham-saham itu.
• Perilaku day trade juga akan membuat anda lupa dengan investasi saham yang sesungguhnya. Anda cendrung berjudi di bursa. Untung besar atau bangkrut total. Percaya atau tidak, kemungkinan anda untung adalah satu berbanding tiga. Lebih kecil kemungkinan untungnya dibanding kemungkinan anda merugi

Ada pepatah yang perlu selalu anda ingat dalam investasi saham “Roma tidak dibangun dalam satu hari” Selengkapnya...

Paradoks: Beritanya buruk, tapi harga sahamnya kok malah naik?

Laporan keuangan triwulan dari sebuah perusahaan baru saja dirilis dan dilaporkan bahwa perusahaan mengalami penurunan laba yang drastis. Anehnya harga sahamnya justru naik saat berita ini dirilis ke bursa..

Jika kejadian ini muncul, maka penyebabnya adalah berita buruk ini sudah menjadi “gejala sejak jaman dahulu kala” yang sudah diperkirakan dan diketahui orang banyak, jauh sebelum laporan itu diedarkan ke bursa. Oleh karena itu, sudah ada langkah antisipatif : misalnya para investor yang profesional mengambil langkah beli sebagai kelanjutan dari aksi jual mereka dalam program short sales, dan pembelian dilakukan langsung setelah berita buruk itu benar-benar datang. Istilah dari hal ini adalah “Membeli kabar buruk”. Kemungkinana lainya adalah ada sebagian profesional yang berkeyakinan bahwa langkah beli diperlukan untuk memperkokoh posisi dalam masa-masa sulit. Selengkapnya...

Pentingnya strategi keluar

Alasan kebanyakan investor saham kehilangan uang adalah karena seringkali mereka mudah membeli saham, tetapi sulit untuk keluar. Jika ingin sukses dalam investasi saham, anda perlu punya strategi keluar sebelum anda memutuskan untuk membeli saham. Membeli saham mirip dengan menikah. Pada awalnya berbagai hal menggairahkan dan mengasyikkan. Tetapi ada hal-hal tidak berjalan dengan baik, maka perceraian bisa jauh lebih menyakitkan daripada seluruh gairah dan keasyikan diawal.

Masuk membeli saham jauh lebih mudah dari keluarnya. Selama harga saham cendrung naik, berinvestasi saham begitu menggairahkan dan penuh eforia. Begitu situasi berbalik arah, disini anda perlu menggunakan strategi keluar yang sudah anda persiapkan. Orang yang tidak memiliki strategi keluar akan bersikap pasrah dan membiarkan sahamnya makin merugi hingga jauh, hingga mereka sendiri tidak percaya dengan besarnya kejatuhan itu

Di bursa saham berlaku pepatah “Panas setahun dihapus oleh hujan sehari”. Keuntungan yang sudah anda kumpulkan bisa tersapu bersih oleh penurunan dalam sehari atau beberapa hari. Bahkan bukan hanya keuntungan anda saja yang tersapu bersih, modal andapun ikut tergerus. Di bursa saham, strategi keluarmu jauh lebih penting dari pada strategi masuk. Selengkapnya...

Kisah ayam kalkun, perlunya bersikap fleksibel saat situasi berbalik arah

Seorang bocah kecil sedang berjalan-jalan, lalu bertemu sorang lelaki tua yang sedang berusaha menangkap ayam kalkun liar. Lelaki itu membawa alat perangkap, sebuah alat yang terdiri dari kotak besar dengan tutupan pintu yang bergantung dibagian atasnya. Pintu itu dibiarkannya terbuka dengan alat penyangga yang diikat dengan tali dan dapat ditarik dari jarak 20 m. Jagung ditebarkan untuk menjebak sang kalkun., diluarnya ditebar sedikit-sedikit, makin mendekati pintu jebakan disebar makin banyak. Paling banyak ada didalam kota perangkap. Rencananya, jika sudah banyak kalkun yang masuk perangkap, Pak Tua akan menarik talinya sehingga penyangga jatuh dan pintu tertutup. Sekali pintu tertutup, dia tidak dapat membukanya kembali kecuali dia naik keatas kotak dan menarik pintu itu dari atas. Menurut Pak Tua, saat yang tepat untuk menarik tali adalah ketika kalkun-kalkun yang terperangkap sudah maksimal mungkin.

Suatu hari, kotak perangkap sudah disiapkan dan Pak Tua melihat ada selusin kalkun yang sudah berada didalam kotak. Namun, sebelum sempat menarik tali, ada satu kalkun yang keluar lagi dan pergi, sehingga tinggal sebelas yang ada didalam kotak. “Ah, andaikan tadi aku cepat-cepat menutup pintunya ketika masih ada dua belas di dalam,” kata Pak Tua dalam hatinya. “ Biar kutunggu beberapa menit lagi, barangkali kalkun yang tadi pergi itu akan kembali”

Sementara Pak Tua menunggu, dua ekor kalkun pergi keluar lagi meninggalkan kotak perangkap. “Ah, mestinya aku sudah cukup berpuas diri dengan sebelas ekor. Pak Tua itu menyesali. Mulai sekarang, asal sudah kembali sebelas jumlahnya, aku akan menarik tali.

Pak Tua kembali menunggu, namun tiga ekor kalkun keluar lagi. Karena sebelumnya dia sudah girang dengan melihat ada dua belas kalkun yang sempat masuk kedalam kota perangkapnya, maka dia pun merasa enggan pulang membawa hanya enam ekor kalkun saja. Dia tidak mampu membuang harapannya bahwa kalkun yang sudah keluar tidak akan kembali lagi masuk perangkap.

Akhirnya, tinggal satu kalkun saja yang masih tersisa didalam kotak perangkap. Saking kesalnya Pak Tua pun berkata dalam hati “ Biar kutunggu sampai yang satu ini keluar atau ada kalkun lain yang masuk lagi, baru aku pulang.” Akhirnya kalkun yang hanya tinggal satupun keluar dan tidak kembali, Sementara tidak ada lagi kalkun baru yang masuk perangkap. Pak Tua pun pulang dengan tangan hampa.

Psikologis investor sangat banyak yang seperti ini. Mereka malah berharap saham-sahamnya yang mulai meluncur turun, kembali naik ke harga sebelumnya agar dia bisa menjualnya. Bukannya segera menjual mumpung masih ada untung, malah berharap sahamnya akan naik lagi padahal malah meluncur makin turun. Dan akhirnya saham malah turun hingga berada dalam posisi rugi, dan mungkin saja akan naik lagi entah kapan. Selengkapnya...

Kisah si gaun merah, perlunya jual rugi

Menghadapi bursa saham sebenarnya tidak berbeda dengan anda mengelola bisnis (perusahaan) anda sendiri. Investasi saham juga bisnis, karena itu masuk akal jika diperlakukan sebagaimana layaknya sebuah bisnis.

Misalkan saja anda punya toko yang memperdagangkan busana wanita. Untuk persediaan, anda telah membeli dan menumpuk sejumlah busana wanita dalam tiga macam warna: merah, kuning, hijau. Busana merah sangat cepat habis terjual, warna hijau hanya terjual separo, dan warna kuning belum terjual sama sekali. Apa yang harus anda lakukan ketika menghadapi situasi ini?

Pedagang yang mampu bertahan di bisnis retail akan melihat persoalan secara obyektif, lalu berkata “Ternyata kita telah keliru membeli gaun berwarna kuning. Maka turunkan saja harganya 10% agar lebih bisa dijual. Jika tidak laku juga, turunkan lagi 20%. Pokoknya jual kuning dengan obral agar cepat terjual. Uangnya bisa kita gunakan untuk membeli gaun merah yang laris manis.” Inilah yang dinamakan obyektifitas dalam bisnis retail. Apakah cara seperti ini akan diterapkan dalam investasi saham? Kenapa tidak?

Setiap orang dapat keliru membeli saham, tidak laku-laku dengan harga jual yang diharapkan. Jika anda menyadari bahwa anda telah keliru dalam memilih saham, segera akui dan segeralah bersikap obyektif dan realistis. Juallah cepat-cepat dengan menurunkan harga jual anda, dan segera ganti dengan saham yang lain. Anda tidak mungkin selalu benar, namun disaat anda benar anda akan untung besar, dan dikala anda keliru, segeralah sadari kekeliruan dan bersikap obyektiflah dengan situasinya. Selengkapnya...

 
Counter Powered by  RedCounter