Minggu, 04 Januari 2009

Kisah ayam kalkun, perlunya bersikap fleksibel saat situasi berbalik arah

Seorang bocah kecil sedang berjalan-jalan, lalu bertemu sorang lelaki tua yang sedang berusaha menangkap ayam kalkun liar. Lelaki itu membawa alat perangkap, sebuah alat yang terdiri dari kotak besar dengan tutupan pintu yang bergantung dibagian atasnya. Pintu itu dibiarkannya terbuka dengan alat penyangga yang diikat dengan tali dan dapat ditarik dari jarak 20 m. Jagung ditebarkan untuk menjebak sang kalkun., diluarnya ditebar sedikit-sedikit, makin mendekati pintu jebakan disebar makin banyak. Paling banyak ada didalam kota perangkap. Rencananya, jika sudah banyak kalkun yang masuk perangkap, Pak Tua akan menarik talinya sehingga penyangga jatuh dan pintu tertutup. Sekali pintu tertutup, dia tidak dapat membukanya kembali kecuali dia naik keatas kotak dan menarik pintu itu dari atas. Menurut Pak Tua, saat yang tepat untuk menarik tali adalah ketika kalkun-kalkun yang terperangkap sudah maksimal mungkin.

Suatu hari, kotak perangkap sudah disiapkan dan Pak Tua melihat ada selusin kalkun yang sudah berada didalam kotak. Namun, sebelum sempat menarik tali, ada satu kalkun yang keluar lagi dan pergi, sehingga tinggal sebelas yang ada didalam kotak. “Ah, andaikan tadi aku cepat-cepat menutup pintunya ketika masih ada dua belas di dalam,” kata Pak Tua dalam hatinya. “ Biar kutunggu beberapa menit lagi, barangkali kalkun yang tadi pergi itu akan kembali”

Sementara Pak Tua menunggu, dua ekor kalkun pergi keluar lagi meninggalkan kotak perangkap. “Ah, mestinya aku sudah cukup berpuas diri dengan sebelas ekor. Pak Tua itu menyesali. Mulai sekarang, asal sudah kembali sebelas jumlahnya, aku akan menarik tali.

Pak Tua kembali menunggu, namun tiga ekor kalkun keluar lagi. Karena sebelumnya dia sudah girang dengan melihat ada dua belas kalkun yang sempat masuk kedalam kota perangkapnya, maka dia pun merasa enggan pulang membawa hanya enam ekor kalkun saja. Dia tidak mampu membuang harapannya bahwa kalkun yang sudah keluar tidak akan kembali lagi masuk perangkap.

Akhirnya, tinggal satu kalkun saja yang masih tersisa didalam kotak perangkap. Saking kesalnya Pak Tua pun berkata dalam hati “ Biar kutunggu sampai yang satu ini keluar atau ada kalkun lain yang masuk lagi, baru aku pulang.” Akhirnya kalkun yang hanya tinggal satupun keluar dan tidak kembali, Sementara tidak ada lagi kalkun baru yang masuk perangkap. Pak Tua pun pulang dengan tangan hampa.

Psikologis investor sangat banyak yang seperti ini. Mereka malah berharap saham-sahamnya yang mulai meluncur turun, kembali naik ke harga sebelumnya agar dia bisa menjualnya. Bukannya segera menjual mumpung masih ada untung, malah berharap sahamnya akan naik lagi padahal malah meluncur makin turun. Dan akhirnya saham malah turun hingga berada dalam posisi rugi, dan mungkin saja akan naik lagi entah kapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Counter Powered by  RedCounter